BMT HSI: Harmoni Transaksi Finansial yang Aman dan Tepercaya

Urusan jual beli tak pernah lepas dari kehidupan manusia. Sifat saling membutuhkan menciptakan keharmonisan finansial yang berkesinambungan. Sejak dikenal pada masa sebelum Masehi sampai saat ini ketika perkembangan teknologi semakin naik kelas, praktik jual beli masih menjadi salah satu kunci bergeraknya roda perekonomian. Mulai dari cara tukar-menukar barang dengan barang, sampai pertukaran uang dengan barang. Mulai dari penjualan secara langsung, sampai penjualan secara online seperti saat ini.

Sayangnya kemudahan arus digitalisasi membuat keabsahan jual beli semakin terabaikan. Syarat jual beli, kita semua yakin banyak orang yang sudah mengetahuinya. Yang penting ada dua orang yang saling membutuhkan dan ada barang yang akan ditukarkan (dengan uang atau dengan barang lainnya). Namun, bagaimana syarat sahnya? Apakah terpenuhi?

Ternyata terpenuhinya syarat jual beli, belum tentu syarat sah jual beli sesuai syariat Islam ikut terpenuhi. Riba, gharar, dan dharar merajalela bagaikan jamur yang subur di musim hujan. Sifat manusia yang ingin mudah dan bermudah-mudahan kerap mengelakkan tegaknya prinsip islami dalam hal jual beli. 

Contoh kasus: menjual rokok dalam syarat jual beli dan menurut hukum di Indonesia adalah boleh. Yang penting produksi rokoknya legal dan ada dua orang yang saling mengadakan pertukaran. Namun, bagaimana keabsahan jual beli tersebut dalam Islam? Apakah sah menurut syariat Islam?

Contoh lainnya: Seorang anak kecil yang belum baligh menjajakan asongan di sekitar lampu merah. Apakah jual belinya sah? Mengingat praktiknya dilakukan oleh anak kecil yang belum berakal. Apalagi asongan yang dijajakannya adalah rokok.

Belum lagi adanya penjualan mystery box.

Baca Juga: BMT HSI: Solusi Keuangan Syariah untuk Umat Muslim

Lalu, bagaimanakah syarat sah jual beli dalam Islam?

Jual beli artinya mengadakan pertukaran antara dua belah pihak yang saling ridha. Hukum asal jual beli adalah halal, sampai ada dalil yang melarangnya. Allah berfirman, “…. Padahal Allah telah menghalalkan jual-beli dan mengharamkan riba.” (Surah al-Baqarah [2]: 275)

Namun, ada beberapa hal yang harus diperhatikan oleh setiap kaum muslimin yang mengaku beriman kepada Allah untuk terpenuhinya syarat sah jual beli.

  1. Akad yang Jelas

Ada akad jual beli yang diucapkan dengan jelas dan saling ridha. Tidak ada manipulasi jenis barang dan apa yang diperjualbelikan dilakukan dengan tanpa paksaan. Misalnya, menawar barang dengan cara memaksa, mempermainkan timbangan, dan mengelabui pembeli dengan menjual barang yang tidak sesuai.

  1. Jenis Barang yang Diperjualbelikan bukan Barang Haram

Seperti menjual minuman keras, rokok, narkoba, termasuk barang yang mengandung praktik perjudian. Misalnya, membeli koin untuk bermain dengan mesin permainan demi mendapatkan hadiah. Jelas! Dalam Islam, menjual barang haram itu haram hukumnya.

  1. Tidak Mengandung Riba

Riba banyak dipraktikkan dalam kehidupan sehari-hari, bahkan tanpa disadari oleh pelakunya. Riba adalah tambahan yang ditentukan secara tidak adil dalam proses jual beli. Misalnya, kredit barang dengan menentukan bunga sekian persen untuk setiap cicilannya. Karena sifatnya tidak adil itulah, praktik riba diharamkan dalam Islam.

  1. Dilakukan oleh Orang-Orang yang Berakal

Beberapa ulama berbeda pendapat dalam hal ini. Ada yang mengatakan anak kecil boleh melakukan praktik jual beli asalkan diizinkan oleh walinya. Seperti pendapat Imam Ahmad, Ishaq, Abu Hanifah, dan ats-Tsauri.

Ada yang mengatakan jual beli tidak sah jika yang melakukan adalah anak kecil yang belum baligh meskipun mendapat izin dari walinya. Hal itu sejalan dengan pendapat syafi’iyyah dan Abu Tsaur rahimahullah. Namun, pendapat yang rajih adalah anak kecil haram melakukan jual beli, kecuali ada izin tertulis yang sah dari walinya.

  1. Objek Barang Harus Jelas

Barang yang diperjualbelikan bisa dijangkau. Bukan kucing yang liar atau burung yang sedang terbang. Objek barang adalah milik penjual yang sifatnya jelas. Rasulullah bersabda, “Janganlah engkau menjual sesuatu yang bukan milikmu.” (HR. Ahmad, 403; Abu Daud, 3503)

Boleh menjual barang orang lain dengan syarat pemiliknya telah mengizinkannya, seperti yang dilakukan Rasulullah ketika memberikan uang sebanyak satu dinar kepada Urwah al-Bariqi untuk dibelikan seekor kambing. Namun, ternyata Urwah mendapatkan dua ekor kambing dengan uang satu dinar tersebut, kemudian menjualnya seekor. Padahal, dua kambing tersebut adalah milik Rasulullah, tetapi Urwah menjualnya satu ekor dan memberikan satu ekor yang lain kepada Rasulullah. Hal itu halal karena Rasulullah mengizinkannya, bahkan mendoakan keberkahan untuk Urwah. (HR Ibnu Majah, 2393) 

BMT HSI sebagai Tolok Ukur Jual Beli yang Sah sesuai Syariat Islam

Hadirnya BMT HSI memberikan kesegaran bagi para pelaku ekonomi, khususnya seluruh peserta HSI AbdullahRoy yang mendambakan kehalalan dalam proses jual beli. Kemudahan mendapatkan barang-barang yang dibutuhkan tanpa riba adalah sebuah impian dalam meningkatkan kesejahteraan hidup.

BMT yang mulai beroperasi pada bulan November, tahun 2020, terus mengalami perkembangan yang signifikan dari tahun ke tahun. Sejauh ini BMT HSI sudah berhasil menjaring sebanyak 2667 anggota aktif yang insyaallah akan terus meningkat. Untuk saat ini, BMT HSI masih menyasar kalangan internal, yaitu peserta HSI AbdullahRoy yang berada di bawah naungan Yayasan HSI AbdullahRoy.

Tidak hanya terpenuhinya syarat jual beli, BMT HSI hadir secara professional untuk menciptakan transaksi yang sah sesuai syariat Islam. Mengusung konsep syariah dengan prinsip ahlussunnah wal jama’ah, BMT HSI berjanji memenuhi jual beli yang aman, amanah, dan tepercaya. Dengan bergabung menjadi keluarga BMT HSI, dunia tercukupi, akhirat pun terpenuhi. Insyaallah.

Oleh: Anisah Muzammil