Perhatikan Hal Ini Sebelum Menukarkan Uang Baru untuk Lebaran!
Menjelang Hari Raya Idul Fitri, suasana di Indonesia selalu dipenuhi dengan semangat kebersamaan dan kaya tradisi. Salah satu tradisi yang tak pernah absen adalah memberikan angpao atau uang baru kepada anak-anak, ponakan, dan kerabat terdekat. Tradisi ini tidak hanya menjadi simbol berbagi kebahagiaan, tetapi juga menjadi momen yang ditunggu-tunggu oleh banyak orang, terutama anak-anak yang senang menerima uang dengan kondisi fisik yang masih baru dan bersih.
Tradisi memberikan uang baru saat Lebaran memiliki akar budaya yang kuat di masyarakat Indonesia. Momen Idulfitri sering kali dikaitkan dengan segala sesuatu yang baru, mulai dari pakaian, makanan, hingga uang. Memberikan uang baru dianggap sebagai simbol kebahagiaan bagi para penerimanya terutama anak-anak kecil. Seperti yang kita tahu, momen Idulfitri adalah waktu yang tepat untuk berbagi kegembiraan. Jangankan anak kecil, orang dewasa pun akan senang memegang uang yang kondisinya masih bersih dan kaku, apalagi memiliki wangi yang khas.
Proses Penukaran Uang Baru di Lembaga Resmi
Untuk memenuhi kebutuhan akan uang baru, masyarakat biasanya menukarkan uang lama mereka dengan uang baru atau pecahan kecil. Bank Indonesia (BI) sebagai otoritas moneter menyediakan layanan penukaran uang baru melalui program Semarak Rupiah Ramadhan dan Berkah Idul Fitri (Serambi).
Pada tahun 2025, layanan ini dijadwalkan berlangsung mulai 3 hingga 27 Maret, dengan total dana yang disiapkan mencapai Rp180,9 triliun. Setiap individu dapat menukarkan uang hingga batas maksimal Rp4,3 juta, meningkat dari tahun sebelumnya yang hanya Rp4 juta.
Untuk memudahkan proses penukaran, BI telah menyediakan platform online (pintar.bi.go.id). Melalui platform ini, masyarakat dapat mendaftar dan memilih lokasi serta waktu penukaran yang diinginkan, sehingga mengurangi antrean dan kerumunan di lokasi penukaran.
Maraknya Jasa Penukaran Uang di Pinggir Jalan
Selain layanan resmi dari BI, jasa penukarang uang baru di pinggir jalan pun menjamur di hari menjelang Lebaran. Mereka memilih tempat-tempat keramaian atau jalan yang dilalui pemudik dan memanfaatkan kesempatan terbaik dengan melambai-lambaikan uang di pinggir jalan. Pemudik yang belum sempat menukar uang baru di bank menjadi sasaran empuk bagi mereka untuk melakukan penawaran jasa penukaran uang.
Penyedia jasa ini menawarkan kemudahan bagi masyarakat yang ingin menukarkan uang dengan cepat tanpa harus mengantre di bank atau layanan resmi lainnya. Namun, kemudahan ini biasanya disertai dengan biaya tambahan atau potongan tertentu. Misalnya, untuk menukarkan uang senilai Rp100.000, penyedia jasa mungkin mengenakan biaya sebesar Rp10.000, sehingga total yang harus dibayar adalah Rp110.000. Namun, bagaimana hukumnya uang lebihan tersebut? Pastinya riba, kan?
Hukum Tukar Uang dengan Biaya Tambahan
Dalam perspektif syariah, tukar-menukar uang dengan nominal yang sama dan dilakukan secara tunai adalah hal yang diperbolehkan. Namun, jika terdapat selisih atau tambahan biaya dalam penukaran uang sejenis (misalnya Rupiah dengan Rupiah) tanpa alasan yang dibenarkan, hal ini dapat masuk dalam kategori riba, yang jelas diharamkan dalam Islam.
Sebagaimana dijelaskan dalam sebuah hadits dari Abu Sa'id Al Khudri, Rasulullah ﷺ bersabda:
"Emas ditukar dengan emas, perak ditukar dengan perak, gandum ditukar dengan gandum, syair (gandum kasar) ditukar dengan syair, kurma ditukar dengan kurma, garam ditukar dengan garam maka takarannya harus sama dan tunai, siapa menambah atau meminta tambahan maka ia telah melakukan transaksi riba, baik yang mengambil maupun yang memberinya sama-sama berada dalam dosa." (HR Muslim 1584)
Oleh karena itu, umat muslim harus lebih memperhatikan syariat agar tidak terjerumus riba yang menjadikan niat baik berbagi justru terbakar karena dosa riba.
Risiko Penukaran Uang di Tempat Tidak Resmi
Meskipun jasa penukaran uang tidak resmi menawarkan kemudahan, terdapat beberapa risiko yang perlu diperhatikan oleh masyarakat. Pertama, risiko mendapatkan uang palsu. Transaksi di tempat yang tidak resmi dan tanpa pengawasan meningkatkan kemungkinan peredaran uang palsu. Kedua, risiko keamanan. Membawa uang dalam jumlah besar dan melakukan transaksi di tempat terbuka dapat meningkatkan risiko tindak kriminal seperti perampokan atau pencurian.
Nah, untuk menghindari praktik riba dan memastikan transaksi sesuai dengan prinsip syariah, disarankan untuk menukarkan uang di tempat-tempat resmi seperti Bank Indonesia atau bank-bank yang telah ditunjuk. Penukaran di tempat resmi biasanya tidak dikenakan biaya tambahan, sehingga nilai uang yang ditukarkan akan sama dengan yang diterima. Selain itu, penukaran di tempat resmi juga mengurangi risiko mendapatkan uang palsu dan menjamin keamanan selama proses penukaran.
Buat antum yang bersiap menghadapi hari Lebaran? Sudah mulai tukar uang baru, belum? [am]